Widget

Minggu, 25 Desember 2011

semusim nadir

aku mengenalmu dari sesuatu yang tiada,
dari selembar daun  mengersik sahut gerimis
hingga menjadi tema yang mengetengahkan ritus renjana adikara

pada ruas episode musim yang gugur di jendela
lamat serenade berpilin bagai kelindan sirah
mensejagad kisah mendung sudut langit
dimana rumput mengulas senyum anak angin; di padang yang lain


bilakah engkau di sana ?
besok, atau pada waktu yang diantaranya kemarau dan hujan sebagai lingga,
menari dengan tarian selendang yang ku tenun dari batin
sembari memahat risalah rembulan yang mengabarkan takdir

seperti matahari yang tak pernah berkedip
; terjaga di sisiku

sebab kelembutan cahaya lilin menebas jarak niskala
dan bias gemintang menjelma jelaga ditangkup jemari
; dekati dan lihat bayangan tuhan dalam lara hati

karena inginku akanmu adalah masa
yang dengan keperawanannya mengecup fajar di pintu air mata
merumahkan wadas semusim nadirdalam rangkaian sajak merah jambu

Posting Komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar