biar saja bala menanam seganda bayang gerhana, dia gugur bulan dan matahari,
mendebu tualang angin, bersabung daun di rebana badai belia
dan kita adalah seorang aku yang akan kerap berlari mewartakan rindu belantara,
memberhalakan kedamaian
bilamana malam memusimkan gulitanya, mengabut kabut sebagai dibangkit
bercengkrama tabuh gerimis menjunjung titah langit
menjadikan pigura sepasang cetakan kaki
bersepakat senyum dengan Tuhan
ini pertama menelanjangi mimpi yang mentah
dari sesapan sepuh puntungan rasa serupa artefak terpahat di singgasana para najam
mencoba menelan kristal embun beku yang menggenta cawancawan sunyi
merahimkan agung air mata suci
tak ada mawar yang kusunting sebagai saga
hanya simpul doa kutetak di tapak pagi dan petang cindera mata pembujuk takdir
pun tak ada kumandang serenade yang gigil mengkremasi hujan
hanya getar ranting cita menarinari di curahnya, memuara genang aku
maka mekar dan berbungalah, wahai engkau yang bersemayam di mahligai kekasih
sembari aku membaca ayatayat Tuhan, melarung purnama di antara rusuk segara
pengiring hantar harum matahari yang bersampan rawi menggerus parutan alunalunnya
menjadi rumah tempat pulang
langgam sudah talu gerimis senja tampan terbawa
seiring ibu pagi menguncup sembahnya di kaki langit seperindukan seru merumpun hari
dan di tepi terusan suralaya, ungging bidadari meritus syair bumi
hanya sebentar, kemudian merapatlah pelangi itu, lalu tambat
Posting Komentar